Sabtu, 16 Januari 2010

IMAM QURTHUBI

1. Riwayat Hidup Imam Al-Qurthubi

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh Al-Anshari Al-Khazraji Al-Andalusi Al-Qurthubi adalah seseorang mufassir yang dilahirkan di Cordova, Andalusia (sekarang Spanyol). Disanalah beliau mempelajari Bahasa Arab, Syair, Al-Qur’an Al-Karim, Fiqh, Nahwu, Qira’at, Balaghah, Ulumul Qur’an dan ilmu-ilmu lainnya. Beliau merupakan salah seorang hamba Allah yang shalih yang sudah mencapai tingkatan ma’rifatullah, beliau sangat zuhud terhadap kehidupan dunia bahkan dirinya selalu disibukkan oleh urusan-urusan akhirat. Usianya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah dan menyusun kitab.

Mengenai sosok Imam Al-Qurthubi, Syaikh Adz-Dzahabi menjelaskan “dia adalah seorang imam yang memiliki ilmu yang luas dan mendalam. Dia memiliki sejumlah karya yang sangat bermanfaat dan menunjukkan betapa luas pengetahuannya dan sempurna kepandaiannya”. Beliau meninggal dunia di Mesir pada malam senin, tepatnya pada tanggal 9 Syawal tahun 671 H. Makamnya berada di El Meniya, di timur sungai Nil dan sering diziarahi oleh banyak orang.

Diantara guru-guru Imam Al-Qurthubi adalah :

- Ibnu Rawwaj, Imam Al-Muhaddits Abu Muhammad Abdul Wahab bin Rawwaj. Nama aslinya Zhafir bin Ali bin Futuh Al Azdi Al Iskandarani Al-Maliki, wafatnya tahun 648 H.

- Ibnu Al-Jumaizi, Al-Allamah Baha’uddin Abu Al-Hasan Ali bin Hibatullah bin Salamah Al Mashri Asy-Syafi’I, wafat pada tahun 649 H. Ahli dalam bidang Hadits, Fiqih dan Ilmu Qira’at.

- Abu Al-Abbas Ahmad bin Umar bin Ibrahim Al-Maliki Al-Qurthubi, wafat pada tahun 656 H. Penulis kitab Al-Mufhim fisyarh Shahih Muslim.

- Al-Hasan Al-Bakari, Al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad bin Amaruk At-Taimi An-Nisaburi Ad-Dimsyaqi atau Abu Ali Shadruddin Al-Bakari, wafat pada tahun 656 H.

Karya-karya Al-Qurthubi selain kitabnya yang berjudul Al-Jami’li Ahkaam Al-Qur’an, diantaranya adalah: At_Tadzkirah fi Ahwal Al-Mauta wa Umur Al-Akhirah, At-Tidzkar fi Afdhal Al-Adzkar, Al-Asnafi Syarh Asma’illah Al-Husna, Syarh At-Taqashshi, Al-I’llambi maa fi din An-Nashara min Al-Mafashid wa Al-Auham wa Izhhar Mahasin din Al-Islam, Qam’u Al-Harsh bin A-Zuhd wa Al-Qana’ah, Risalah fi Alqam Al-Hadits, Kitab Al-Aqdhiyyah, Al-Mishbah fi Al-Jam’I baina Al-Af’aal wa Ash-Shahhah, Al-Muqtabar fi Syarh Muwaththa’ Malik bin Anas, Al-Luma’ fi Syarh Al-Isyrinat An-Nabawiyah.[1]

2. Menilai Metode Tafsir Al-Qurthubi

Secara umum pendekatan tafsir yang digunakan Imam al-Qurthubi ialah menggunakan pendekatan Tafsir Tahliliy, yakni suatu pendekatan tafsir dengan melakukan penafsiran sesuai dengan urutan mushaf Utsmaniy. Selanjutnya, untuk mengetahui metode analisis yang digunakan Imam al-Qurthubi mari kita lihat sampel metode penafsiran beliau dalam kasus QS. Al-Hasyr (18):23 berikut:[2]

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ (23)

قوله تعالى: هو الله الذى لا إله إلا هو الملك القدس السلم المؤمن المهيمن العزيز الجبار المتكبر سبحن الله عما يشركون 23 قوله تعالى: (هو الله الذى لا إله إلا هو الملك القدوس) أي المنزه عن كل نقص، والطاهر عن كل عيب.

والقدس (بالتحريك): السطل بلغة أهل الحجاز، لانه يتطهر به.

ومنه القادوس لواحد الاواني التي يستخرج بها الماء من البئر بالسانية (2).

وكان سيبويه يقول: قدوس وسبوح، بفتح أولهما.

وحكى أبو حاتم عن يعقوب أنه سمع عند الكسائي أعرابيا فصيحا يكني أبا الدينار يقرأ " القدوس " بفتح القاف.

قال ثعلب: كل اسم على فعول فهو مفتوح الاول، مثل سفود (1) وكلوب وتنور وسمور وشبوط، إلا السبوح والقدوس فإن الضم فيهما أكثر، وقد يفتحان.

وكذلك الذروح (2) (بالضم) وقد يفتح.

(السلام) أي ذو السلامة من النقائص.

Dapat dipahami dari penjelasan diatas bahwa al-Qurthuby menggunakan analisis lughawy (kebahasaan). Hal ini diketahui, karena dia menafsirkan ayat di atas dengan mengutip pendapat-pendapat para sahabat dan ulama-ulama tentang arti kata dalam ayat. Demikian itu dia lakukan untuk memperjelas maksud dari setiap kata dalam ayat. Sebagaimana:

وكان سيبويه يقول: قدوس وسبوح، بفتح أولهم.. dia mengutip pendapat imam sibawaih tentang bacaan القدوس sehingga dengan ini dia bisa menjelaskan arti sebenarnya kata tersebut.

وقال ابن العربي: اتفق العلماء رحمة الله عليهم على أن معنى قولنا في الله " السلام ": النسبة، تقديره ذو السلامة.

ثم اختلفوا في ترجمة النسبة على ثلاثة أقوال: الاول: معناه الذي سلم من كل عيب وبرئ من كل نقصى.

الثاني: معناه ذو السلام، أي المسلم على عباده في الجنة، كما قال: " سلام قولا من رب رحيم " [ يس: 58 ].

الثالث: أن معناه الذي سلم الخلق من ظلمه.

قلت: وهذا قول الخطابي، وعليه والذي قبله يكون صفة فعل.

وعلى أنه البرئ من العيوب والنقائص يكون صفة ذات.

وقيل: السلام معناه المسلم لعباده المؤمن) أي المصدق لرسله بإظهار معجزاته عليهم ومصدق المؤمنين ما وعدهم به من الثواب ومصدق الكافرين ما أوعدهم من العقاب.

Disamping menggunakan analisis Lughawy, beliau dalam mempertajam penelitiannya juga menggunakan analisis bi al-Ma’tsur, yakni suatu metode analisis ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan ayat lain, hadits atau pendapat para sahabat. Hal ini tampak ketika beliau menafsirkan kata السلامdengan menggunakan ayat lain dalam surat yasin, yaitu:

سلام قولا من رب رحيم dan beliau mengutip pendapat sahabat atau ulama-ulama untuk memperkuat penafsirannya. Hal ini diketahui dari paparannya yaitu:

كما قال: " سلام قولا من رب رحيم " [ يس: 58 ].

الثالث: أن معناه الذي سلم الخلق من ظلمه.

قلت: وهذا قول الخطابي، وعليه والذي قبله يكون صفة فعل.

وعلى أنه البرئ من العيوب والنقائص يكون صفة ذات.

وقيل: السلام معناه المسلم لعباده المؤمن) أي المصدق لرسله بإظهار معجزاته عليهم ومصدق المؤمنين ما وعدهم به من الثواب ومصدق الكافرين ما أوعدهم من العقاب

Dari persoalan-persoalan yang telah diuraikan bahwa metode al-Qurthubi dalam menafsirkan ayat al-Qur’an dengan menggunakan Tafsir Tahlily karena beliau berupaya menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam al-Qur’an dan mengungkapkan segenap pengertian yang dituju dan juga dipertajam melalui analisis bi al-ma’tsur dan diperkuat dengan analisis lughawy (kebahasaan).

Langkah-langkah yang dilakukan oleh al-Qurthubi dalam menafsirkan al-Qur’an dapat dijelaskan dengan perincian sebagai berikut:[3]

a. Memberikan kupasan dari segi bahasa.

b. Menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadits-hadits dengan menyebut sumbernya sebagai dalil.

c. Mengutip pendapat ulama dengan menyebut sumbernya sebagai alat untuk menjelaskan hokum-hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan.

d. Menolak pendapat yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.

e. Mendiskusikan pendapat ulama dengan argumentasi masing-masing, setelah itu melakukan tarjih dan mengambil pendapat yang dianggap paling benar



[1] Syaikh Imam al-Qurthubi, penerjemah Fathurrahman dkk, Tafsir Al-Qurthubi (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2007) hal xiii.

[2] Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir

(Yogyakarta: Teras, 2004) hal 68.

[3] Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir

(Yogyakarta: Teras, 2004) hal 69.

TEORI HISTORIS

A. Dasar pengembangan aliran historis

Dasar pengembangan aliran ekonomi dari pengikut aliran historis adalah pengalaman empiris yang telah dibuktikan oleh perjalanan panjang sejarah perekonomian. Mereka percaya bahwa segala kegiatan manusia tidak semata-semata dilandaskan pada tujuan ekonomi saja, tetapi juga oleh motif-motif lainnya seperti etika serta impuls-impuls lainnya. Oleh karena itu, mereka mengkritik teori para ekonom klasik yang menggunakan metode deduktif dalam pengembangan teori mereka. Dengan penerapan metode deduktif tersebut, pengikut aliran klasik menyatakan bahwa teori mereka adalah teori yang berlaku umum diseluruh empat.

Pengikut aliran historis menawarkan metode induktif-historis sebagai alternatif dari metode deduktif kaum klasik. Metode ini didasarkan pada pengalaman dan pengkajian yang bersifat khusus, seperti data-data perkembangan ekonomi di suatu tempat, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan umum. Dengan metode tersebut, hokum dan dalil harga hanya akan berlaku di suatu tempat dan pada waktu tertentu saja, karena hokum, dalil, dan teori-teori ekonomi sangat tergantung pada kondisi serta lingkungan setempat sehinga tidak mungkin berlaku universal.

Berdasarkan pemikiran yang selalu dilandaskan pada pengalaman sejarah, para pengikut aliran historis jugan tidak setuju dengan pandangan aliran klasik tentang dibatasinya peranan pemerintah dalam perekonomian, demikian pula dengan konsep tangan nampak yang akan membawa perekonomian pada keseimbangan.

Mereka memandang bahwa kegiatan perekonomian tidak terlepas dari interaksi dalam masyarakat, sehingga tidak mungkin ada hukum ekonomi yang berdiri sendiri dan terlepas dari interaksi tersebut. Oleh karena itu, mereka percaya bahwa campur tangan pemerintah dalam perekonomian sangat dibutuhkan agar tujuan sosial dari proses ekonomi dapat diarahkan pada kondisi yang diinginkan bersama.

Pada intinya pemikir aliran histiris menolak argumentasi pemikir-pemikir klasik bahwa undang-undang alam tentang kehidupan ekonomi. Masyarakat harus dianggap sebagai kesatuan organisme tempat interaksi sosial berkait dan berubungan anatar individu. Pemikir aliran historis menghendaki agar kegiatan masyarakat dilandaskan pada suatu sistem yang menyeluruh, yang mencakup semua organisme dalam kehidupan bermasyarakat sebagai suatu keseluruhan. Penganut aliran historis tidak percaya pada mekanisme pasar bebas klasik pada umumnya sepakat untukm meminta campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Intyervensi pemerintah diharapkan mampu membawa proses ekonomi pada tujuan-tujuan social dan ekonomi yang didinginkan bersama. Tanpa campur tangan pemerintah dalam perekonomian tidaka akan ada jaminan keadilan soial.

Bagi pemikir aliran historis, fenomena-fenomena ekonomi merupakan produk perkembangan masyarakat secara keseluruhan sebagai hasil perjalanan sejarah. Oleh karena itu, pemikir-pemikiran, teori-teori, dan kesimpulan ekonomi haruslah dilandaskan pada empiris sejarah. Pemikir-pemikir aliran historis tidak setuju dengan anggapan kaum klasik dan neo-klasik bahwa prinsip-prinsip ekonomi berlaku secara universal. Keadaan in I disebabkan prinsip-prinsip ekonomi juga dipengaruhi oleh adat-istiadat, tradisi, agama, nilai-nilai, dan norma-norma lingkungan setempat.

Dengan metode induktif historis, mereka mengumpulkan kenyataan-kenyataan ekonomi dari sejarah. Dari data yang dikumpulkan ini kemudian diambil kesimpulan umum. Pola pendkatan induksi-empiris berpangkal tolak dari pengamatan dan pengkajian yang bersifat khusus dan dari sini diambil suatu kesimpulan umum (reasoning from theparticular to the general). Dngan metode induksi empiris hukum-hukum, dalil-dalil dan teori-teori ekonomi hanya berlaku di suatu tempat pada waktu-waktu tertentu. Hal itu disebabkan hukum, dalil, maupun teori ekonomi sangat tergantung pada kondisi dan lingkungan setempat. Dengan demikian, bagi para pemikir sejarah, hokum ekonomi tidak berlaku universal, tetapi bisa berubah sewaktu-waktu sesuai keadaan dan masalah yang dihadapi.

B. Tokoh-tokoh aliran historis

  1. Frederich List (1789-1846)

Frederich list lahir dan memperoleh pendidikan di jerman. Ia pernah mengajar di Negara tersebut, tetapi ide-idenya kemudian memaksanya untuk pindah ke Amerika Serikat. Di Amerika ia menjadi editor salah satu surat kabar yang terbit di Pennsylvania dan aktif dalam gerakan-gerakan proteksionis.

Salah satu buku list yang cukup terkenal adalah: Das Nationale system der politischem oekonomie, der International Handel, Handels politik und der Deutch ollverein, atau dalam bahasa Inggrinya: The Nationsl system of Polotical Economy, International Trade, Trade Policy and the German Customs Union (1841). Dalam buku tersebut list menyerang pakar-pakar klasik yang disebutnya “kosmopolitan” sebab mengabaikan peran pemerintah.

Lebih lanjut list mengatakan bahwa kita bisa mengambil kesimpulan tentang perkembangan suatu masyarakat dari data sejarah.setiap kelompok masyarakat pada umumnya melewati tahap-tahap sejarah sebagai berikut:

· Masa berburu dan mengembara;

· Masa berternak dan bertani;

· Masa pertanian dan kerajinan;

· Masa kerajinan, industri, dan perniagaan;

Sistem perdagangan bebas sebagaiman dianjurkan kaum klasik hanya cocok pada Negara-negara yang suadah berada pada tahap kelima misalnya Inggris. Dari uraian di atas jelas bahwa list banyak mencurahkan perhatian pada masalah kebijaksanaan ekonomi, terutama bagaimana melindungi industrialisasi Jerman yang waktu itu tertinggal dari industrialisasi Inggris. Intervensi pemerintah tidak terbatas dalam bidang ekonomi menurut list, dalam bidang lain juga sangat diperlukan seperti sosial, politik, dan hukum.

  1. Bruno Hilderbrand

Hilderbrand aktif dalam berbagai penelitian dan penulisan karya-karya ilmiah. dalam melakukan penelaahan dan penelitian-penelitian ekonomi, ia menekankan perlunya mempelajari sejarah, artinya penelitian-penelitian ekonomi harus didukung oleh data statistik empiris yang dikumpulkan dalam penelitian sejarah ekonomi.

Ia juga sering menekankan pentingnya evolusi dalam perekonomian masyarakat. Menurut hilderbrand, dilihat dari cara tiap kelompok masyarakat dalam melakukan tukar-menukar dan berdagang, kelompok-kelompok masyarakat tersebut dapat digolongkan/dibedakan atas tingkat-tingkatan sebagai berikut:

· Tukar-menukar secara in-natura atau barter;

· Tukar-menukar dengan perantaraan uang;

· Tukar-menukar dengan mengunakan kredit;

Penelitian hilderbrand di atas dianggap cukup baik untuk bidang sosiologi, tetapi kurang bermakna ditinjau dari pengembangan ekonomi. Salah satu kelemahan dari karya-karya penelitian sejarah hilderbrand ialah bahwa berbagai penelitian yang dilakukanya hanya berupa monografi sejarah yang bersifat deskriptif, tentang masalah-masalah ekonomi. Namun, karya-karya tersebut tidak disusunya kedalam satu kerangka acuan yang padu. Oleh karena itu, karya-karya penelitian-penelitian sejarah hilderbrand tersebut dinilai tidak berarti dalam pengembangan ilmu ekonomi.

  1. Werner Sombart (1863-1941)

Salah satu hasil penelitian sombart yang cukup sering dikutip orang ialah penelitianya tentang tahap-tahap perkembangan kapitalisme. Dari hasil penelitianya sombart mengatakan bahwa pertumbuhan masyarakat kapitalis sangat erat kaitanya dengan pertumbuhan masyarakat. Dalam karyanya: Der Moderne Kapitalismus (1902), Werner sombart mengatakan bahwa pertumbuhan masyarakat kapitalis dapat dibedakan atas berbagai tingkatan:

    • Tingkat pra-kapitalisme;
    • Tingkat kapitalisme menengah;
    • Tingkat kapitalisme tinggi;
    • Tingkat kapitalisme akhir;

d. Max Weber (1864-1920)

Max weber adalah ahli sosiologi dalam arti luas, dimana ilmu ekonomi dan sejarah ekonomi oleh weber juga dimasukan sebagai bagaian dari ilmu sosiologi. Walaupun ia ahli sosiologi, tekanan utama dalam pembahasanya adalah ekonomi. Ia juga intens dalam melihat pengaruh ajaran-ajaran agama tertentu, yaitu prostetan, terhadapa kemajuan ekonomi. Dalam bukunya yangt sangat terkenal; The Prostetan Ethic and The Spirit of Capitalism (1958) ia menjelaskan bahwa ada pengaruh nyata ajaran agama protestan terhadap perilaku dan kemajuan ekonomi.

Hasil pengamatan Weber menunjukan bahwa golongan penganut agama protestan, terutama kaum Calvins, menduduki tempat teratas. Sebagian besar dari pemimpin-pemimpin perusahaa, pemilik modal, pimpinan teknis, dan komersial yang diamatinya (di jerman) adalah orang-orang protestan,bukan orang katolik. Ajaran Calvin tentang takdir dan nasib manusia, menurut Weber, adalah kunci utama dalam menentukan sikap hidup para penganutnya. Bagi penganut Calvinis, kerja adalah “beruf”, ”panggilan” atau “tugas suci”. Menurut ajaran Calvin keselamatan hanya diberikan kepada orang-orang terpilih. Ini yang mendorong orang bekerja keras afar masuk menjadi golongan orang terpilih tersebut. Dalam kerangka pemikiran teologis seperti inilah semangat kapitalisme, yang bersandar pada cita ketekunan, hemat, rasional, berperhitungan, dan sanggup menahan diri, menemukan pasangannya.

Tentu tidak semua orang menerima tesis Weberyang diuraikan diatas. Beberapa pakar mempertanyakan atau bahkan menentangnya. Pakar-pakar yang menentang antara lain Bryan S. Turner, R.H. Tawney, dari pakar-pakar lain yang pernah meneliti dampak ajaran agama lain terhadap kehidupan ekonomi, misalnya penelitian tentang masyarakat Islam dan penganut ajaran Tokugawa di jepang. Kritikan-kritikan tersebut antara lain dapat dibaca dalam buku: Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi (1979) .

C. Aliran Institusional

Aliran historis, yang dikembangkan di Jerman, di daratan Amerika Serikat pada tahun 20-an muncul aliran pemikiran lain yang disebut aliran “Institusional”. Aliran ini mulanya muncul karena Thorstein bunde veblen (1857-1929), veblen pada intinya mengkritik teori-teori yang digunakan kaum klasik dan neo-klasik yang model-model teoritis dan matematisnya dinilai biasa dan cenderung terlalu menyederhanakan fenomena-fenomena ekonomi. Pemikiran-pemikiran klasik ekonomi dan neo-klasik juga dikritiknya karena mengabaikan aspek-aspek ekonomi seperti kelembagaan dan lingkungan. Padahal, veblen menilai pengaruh keadaan dan lingkungan sangat besar terhadap tingkah laku ekonomi masyarakat. Stuktur politik dan sosial yang tidak mendukung dapat memblokir dan menimbulkan distorsi proses ekonomi.

Bagi veblen masyarakat adalah suatu komleksitas tempat setiap orang hidup. Setiap orangpun dipengaruhi serta ikut mempengaruhi pandangan setiap perilaku orang lain. Dari penelitian dan pengamatan veblen menyimpulkan bahwa perilku masyarakat berubah dari tahun ke tahun, penelitian tentang perubahan perilaku dilakukanya dengan pendekatan metode induksi. Dengan metode induksi ia dapat menjelaskan perilaku masa lalu dan masa sekarang, disamping itu ia bisa juga meramal atau memperkirakan perilaku masa yang akan dating.

Bagi Veblen,masyarakat merupakan suatu fenomena evolusi segala sesuatunya terus menerus mengalami perubahan.pola perilaku seseorang dalam masyarakat di sesuaikan dengan kondisi sosial sekarang.jika perilaku cocokdan diterima,perilaku diteruskan.sebaliknya,jika suatu perilaku dianggaptidak cocok,perilaku akan di sesuaikandenganlingkungan.keadaan dan lingkungan inilahyang di sebut Veblen “institusi”.dalam berproduksi akan terlihat bagaimana nilai-nilai dan norma-norma serta kebiasaan yang dianut dalam mengejar tujuan akhir dari kegiatan produksi,yaitu keuntungan.ada keuntungan yang di peroleh melalui kerja keras dan ada juga yangdiperoleh dengan menggunakan segala macam cara tanpa memperdulikan orang lain.begitu juga dalam perilaku konsumsi ada perilaku konsumsi yang wajar,yaitu ingin memperoleh manfaat atau utulitas yang sebesar-besarnya dari tiap barang yang dikonsumsinya.Ada pula yang tidak wajar kalau konsumsi di tunjukkan hanya untuk pamer,yang oleh Veblen di sebut conspicuous consumption.

Landasan pemikiran seperti di jelaskan di atas jelas bukan pemikiran ekonomi,melainkan lebih mengarah ke sosiologi,tetapi kalau di gabung,ia akan menjadi pemikiran ekonomi aliran istitusional atau aliran kelembangan (institutional economics)

D. Tokoh-tokoh aliran Institusional

a. Thorstein Bunde Veblen (1857-1929)

Veblen adalah anak seorang petani miskin yang melakukan migrasi dari Norwegia ke Amerika. Dalam keluarga petani miskin ini,termasuk di dalamnya veblen, ada sembilan orang bersaudara. Gelar yang diberikan kepada veblen sangat banyak, selain gelar-gelar di atas, ia juga sering digelari sebagai seorang maverick , yang kira-kira bisa diartikan orang yang suka “lain dari yang lain”. Gelar ini bisa diberikan pada orang yang selalu berpijak pada pemikiran semdiri tanpa peduli pada pemikiran-pemikiran umum yang dianggap lumrah (maverick = person who dissents from the ideas of an organized). Sebagai seorang maverick, yang selalu ingin tampil beda. Ia tidak pernah menghargai pendapat orang lain. Selalu teguh pada pendapat sendiri walaupun pendapat tersebut mungkin bertentangan dengan pendapat yang dianggap “lumrah” atau “benar” waktu itu.

Vablen sebagai tokoh utama aliran istitusional mempunyai cukup banyak pengikut.beberapa di antaranya yang dapat disebutkan di sini adalah:Wesley, Gunnar Mayrdal, joseph Schumpeter, dan terakhir Douglas North.

Wesley clair mitchler (1874-1948) adalah murid,teman dan pengagum Veblen.selain ikut dalam mendukung dan mengembangkan pemikiran pemikirangurunya,lebih lanjut ia juga berjasa dalam mengembangkan metode-metode kuantitatif dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa ekonomi.salah satu karyanya yang sudah menjadi klasik adalah: Businis cyles and their sauses (1913) dengan menggunakan beberapa data setatistik ia kemudian menjelaskan masalah fluktuasi ekonomi. Sesudah perang dunia kedua Mitchell mengorganisasi sebuah badan penilitian “national bureoau of economic research”. Dari penelitian ini memungkinkan lebih di kembangkannya penilitan-penilitian tentang pendapatan nasional, fluktuasi ekonami atau business cycles, perubahan produktifitas, analisis harga, dan sebagainya.

Gunnar karl merdal (1898-19..) dari suwedia juga di golongkan sebagai pendukung aliran institusional. Setelah menyelesaikan pendidikan dalam bidang hokum, Myrdal melanjutkan pendidikan dalam bidang ekonomi, dan selesai tahun 1927. Ia banyak menulis buku, antara lain: An American delemna (1944);value in social theory (1958); challenge to affluence (1963); dan asian drama: an inquiry into the property of nations (1968). Salah satu pesan Myrdal pada ahli-ahli ekonomi ialah agar ikut membuat value judgement. Jika itu tidak dilakukan setruktur-setruktur teoretis ilmu ekonomi akan menjadi tidak realistitusional di percaya bahwa pemikiran institusioanal sangat di perlukan dalam melaksanakan pembangunan di Negara-negara berkembang. atas jasa-jasanya dalam menyumbangkan pemikiran-pemikiran ekonomi, terutama bagi pembangunan Negara-negara berkembang, tahun 1974 bersama-sam dengan F.A.hayek yang memperoleh hadiah nobel dalam bidang ekonomi.

Joseph A. sechum peter (1883-1950) oleh beberapa penulis dimasukkan sebagai pendukung aliran institusional. Hal itu karena pendapatnya yang mengatakan bahwa sumber utama kemakmuran bukan terletak dalam domain ekonomi itu sendiri, melainkan berada di luarnya yaitu dalam lingkungan dan institusi masyarakat. Lebih jelas lagi, sumber kemakmuran terletak dalam jiwa kewiraswastaan (intrepreneur-ship) para pelaku ekonomi yang mengarsiteki pembangunan.

Schumpeter membedakan pengertian invensi dengan inovasi. Invensi adalah hal penemuan teknik-teknik produksi baru sementara itu, inovasi mempunyai makna lebih luas yang tidak hanya menyangkut penemuan teknik-teknik berperoduksi baru akan tetapi juga penemuan komoditi baru jenis material baru untuk peroduksi, cara-cara usah baru, cara-cara pemasaran baru dn sebagainya. Schumpeter inovasi dianggap sebagai suatu lonctan dalam fungsi produksi.

Inovasi ditemukan oleh inovator,tetapi entreprenerlah yang memperatekkaan hasil teemuan tersebut pertama kali. Tanpa entrepreneur yang berani mengadopsi temuan-temuan baru, orang akan tetap menggunakan cara-cara lama yang telah usang dan tidak evesien.lebih jauh,menuru Schumpeter,entrepreneur tidak sama dengan pengusaha biasa.entrepreneur lebih jeli mencari peluang,mampu merintis dan mengatur inovasi,mau mengadopsi teknik,cara dan pola baru; dan yang paling penting,berani mengambil resiko.

Kalu boleh “meloncat” ke tahun 1993,maka orang terkhir yang perlu di cantumkan sebagai pendukung alirn institusional adalah Douglas North dari University of Washington,missour,Amerika Serikat,penghargaan terhadap aliran inastitusional mencapai puncaknya tahun 1993 pada waktu Douglas North menerima hadiah nobel dalam bidang ekonomi.North menerima hadiah yang sangat membanggakan tersebut karena jasanya yang sangat besar dalam memperbarui riset dalam penelitian sejaah ekonomi dan metode-metode kuantitatif.

Selama ini kebanyakan pakar-pakar ekonomi menganggap hanya mekanisme pasar sebagi satu-satunya penggerak roda ekonomi,dan mengabaikan peran institusi.hal ini di nilai North keliru,sebab peran institusi,baik institusi politk maupun institusi ekonomi,tidak kalah pentingnya dalam pembangunan ekonomi,lebih jauh,ia menyimpulkan bahwa negara-negara komunis hancur karena tidak mempunyai institusi yang mendukung mekanisme pasar.terhadap perubahan-perubahan yang radikal di eropa timur dan eks soviet,North mengatakan bahwa reformasi yang dilakukan tidak akan memberikan hasil nyata hanya memperbaiki kebijakan ekonomi makro belaka.Agar reformasi berhasil,di butuhkan dukungan seperangkat institusi yang mampu memberikan insentif yang tepat kepada setiap pelaku ekonomi.bebebrapa contoh institusi yang mampu memberikan instensif tersebut adalah hokum paten dan hak cipta,hokum kontrak dan pemilikan tanah.

Dari uraian di atas jelas bahwa apa yang di maksut North dengan institusi sedikit berbeda dengan yang di kemukakan Vablen sebagai pendiri aliran institusional itu sendiri.Bagi Veblen institusi di artikan sebagai norma-norma,nilai-nilai,tradisi dan budaya.namun bagi North institusi adalah peraturan perundang-undangan beriku sifat-sifat pemaksaan dari peraturan-peraturan tersebut serta norma-norma prilaku yang membentuk intraksi antara manusia secra berulang ulang.dalam hal ini,North tidak melihat instruksi sebagai institusi,tetapi terutama pada konsekuensi institusi tesebut atas pilihan-pilihan yang di lakukan oleh anggota masyarakt.bagi Negara-negara yang ingin maju,demikian North member resep,harus di kembangkan sistem kontrak,hak cipta,merek dagang,dan sebginya secra resmi.selain itu,perlu di lengkapi dengan system pemantauan dan mekanisme penindakn bagi para pelanggar para peraturan-peraturan yang telah di buat.tanpa kehadiran institusi maka biaya transaksi dalam berdagang dan berusaha menjadi tinggi.para pedagang akan meng hadapi resiko penipuan,pemerasan,ancaman fisik,dan bentuk ketidak pastian lainya,kehadiran institusi sangat penting sebagai alat untuk mengatur dan mengendlikan para pelaku ekonomi di pasar.

MAHABBAH

1). Definisi Mahabbah

Dalam dunia tasawuf kata mahabah berarti cinta kepada Allah Swt. Tasawuf mendefinisikan mahabah sebagai kepatuhan kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya, menyerahkan diri kepada seluruh Yang dikasihi, mengosongkan hari dari segala-galanya kecuali dari diri yang dikasihi. Al-Junaid menganggap mahabah sebagai suatu kecenderungan hati, maksudnya hari seseorang cenderung kepada Allah Swt. dan kepada segala sesuatu yang datang dari-Nya tanpa usaha. Menurut Al-Ghazali, cinta kepada Allah merupakan puncak dari segala makam mistik. Setelah makam cinta, tidak ada lagi makam lain yang menandinginya. Kalaupun ada, makam itu hanya menjadi salah satu buah cinta saja, seperti kerinduan (syawq), keintiman spritual (uns), rida dan makam lain yang sejenis. Sebelum cinta juga tidak ada makam lain. Kalaupun ada, pasti akan menjadi salah satu pengantarnya saja, seperti tobat, sabar, zuhud, dan yang lain.Mahabbah adalah mencintai. Mahabah adalah pengertian dari CINTA SUCI atau ASMARASANTA dari bahasa sansekertanya. Yang mana tingkatan Mahabah adalah tingkatan hamba Allah yang menganggap Allah adalah kekasihnya.Kadang2 sangking khusuknya tindakan mereka tampak seperti orang gila dalam pandangan orang awam.1]

1].http://www.kampusislam.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=171

2). Macam-Macam Mahabbah

1). Mahabbah khaassaah (cinta yang khusus atau spesifik),.

2). mahabbah musytarakah (cinta yang umum).

Mahabbah khaassaah terbagi lagi kepada dua macam, yaitu mahabbah khaassaah yang halal dan mahabbah khaassaah yang haram.

A). Mahabbah khaassaah yang halal adalah:

a. Mahabbatullah (cinta khusus kepada Allah) dan inilah dasar agama kita. Dengan menyempurnakan kecintaan kepada Allah, maka keimanan seseorang menjadi sempurna. Sebaliknya jika kecintaan kepada Allah berkurang, maka tauhid seseorang juga berkurang. Dalil mahabbatullah ini adalah ayat yang membedakan kecintaan orang-orang musyrik kepada Allah dengan kecintaan orang-orang mu'min kepada Allah.
"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah (yuhibbuunaHum kahubbillaH).1]

Adapun orang-orang yang beriman sangat dalam cintanya kepada Allah (asyaddu hubban lillaH).2]. Pembedaan dalam ayat di atas adalah pada penyekutuan. Maksudnya, musyrik memiliki tandingan cinta, sedangkan cinta mu'min kepada Allah tidak ada tandingan. "Katakanlah: 'Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai (ahabba ilaikum) dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya 3]

1] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080316105558AAsieds

2] [Al-Baqarah:165].

3] surah At-Taubat 24:

B. Mahabbaturrasuul (cinta khusus kepada Rasul) sebagaimana firman Allah:"Katakanlah: 'Jika kamu benar-benar mencintai Allah (tuhibbuunallaH), ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu (yuhbibkumullaH) dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." 1] .

Sebuah ayat yang begitu dalam maknanya, di mana syarat untuk mendapatkan cinta Allah adalah dengan mengikuti Rasul-Nya. Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitab tafsirnya:"Ayat ini merupakan pemutus hukum bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah tapi tidak menempuh jalan Muhammad Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam. Bahwa dia dikatakan sebagai pembohong dalam pengakuan cintanya itu, sampai dia mengikuti syariat dan agama yang dibawa Nabi, dalam semua ucapan dan perbuatannya. "Umar bin Khaththabb rodhiyallahu anhu berkata kepada Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam yang tangannya sedang menggandeng tangannya: "Ya Rasulullah, engkau lebih aku cintai dari segalanya kecuali dari diriku sendiri." Rasulullah bersabda: "Tidak, demi Dia Yang memegang nyawaku, hingga aku lebih kamu cintai dari dirimu sendiri." Umar berkata: "Mulai sekarang kalau begitu, demi Allah, engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri." Rasulullah bersabda, "Mulai sekarang, wahai Umar." [Shahih Bukhari] Maka hadits ini dan ayat di atas membuktikan bahwa cinta kepada Rasul dan cinta kepada Allah saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Karna sebagaimana dijelaskan bahwa rosul adalah utusan Allah.2].

1.] [Ali 'Imran:31]

2.] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080316105558AAsieds

C. Cinta kepada rasul-rasul yang lain para sahabat berdasarkan hadits "para Nabi bersaudara, agama mereka satu" dan ayat tentang kemuliaan para sahabat dan rasa cinta di antara mereka (qs.59:9). Mahabbah khaassaah yang haram adalah kebalikan dari yang halal, yaitu yang memiliki tandingan. Seperti rela melakukan apa saja yang diharamkan demi cinta kepada seseorang, maka seseorang itu telah ia jadikan sebagai tandingan Allah.

B. Mahabbah musytarakah

Terbagi tiga: a. Berdasarkan fitrah, seperti kecintaan seorang yang lapar terhadap makanan.. b. Berdasarkan kasih sayang, kecintaan orang tua kepada anaknya, suami kepada istrinya. c. Berdasarkan persaudaraan, seperti persahabatan antar sesama muslim. Ketiga cinta yang umum ini tidak boleh berada di atas cinta yang khusus kepada Allah dan Rasul-Nya. Tingkat mahabbatullah seseorang ditandai oleh tingkat kepatuhannya terhadap semua yang diwajibkan dalam syariat. firman Allah dalam sebuah hadits Qudsi dari Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam: "Dan tidak mendekat kepada-Ku seorang hamba-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai (ahabba ilayya) daripada menjalankan apa-apa yang menjadi kewajibannya." [Shahih Bukhari]. 1].

1.] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080316105558AAsieds

3). Tingkatan Mahabah

Menurut Abu Nasr as-Sarraj at-Thusi mahabah mempunyai tiga tingkat.

(1) Cinta orang biasa, yaitu selalu mengingat Allah dengan zikir, suka menyebut nama Allah Swt. dan mendapatkan kesenangan darinya serta selalu memuji-Nya. (2) Cinta orang jujur, yaitu orang yang kenal kepada Allah Swt. seperti kebesaran-Nya, kekuasaan-Nya, dan ilmu-Nya. Cinta ini dapat menghilangkan tabir yang memisahkan diri seseorang dari Allah Swt. sehingga ia dapat melihat rahasia-rahasia yang ada pada Allah Swt. orang yang berada pada cinta ini akan selalu mendapatkan kesenangan. Dan juga, dapat membuat orang sanggup menghilangkan kehendak dan sifat-sifatnya sendiri, sementara hatinya penuh dengan perasaan cinta kepada Allah Swt. (3) Cinta orang arif, yaitu cinta orang yang benar-benar mengetahui Allah Swt. yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri yang dicintai. Akhirnya, sifat-sifat yang dicintai masuk ke dalam diri yang mencintai. Cinta pada tingkat inilah yang menyebabkan seorang hamba dapat berdialog dan menyatu dengan (kehendak) Allah Swt. 1].

1.] http://www.kampusislam.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=171

4). Dasar Mahabah

Banyak sekali yang mendasari paham mahabah baik itu dari Alquran, hadis maupun dari sahabat dan ulama.“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi danmengampuni dosa-dosamu.karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, “Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan perbuatan-perbuatan, hingga Aku cinta padanya. Orang yang Ku-cintai menjadi telinga, mata, dan tangan-Ku.” Hadis ini, memberikan pengertian bahwa Tuhan dan makhluk dapat dipersatukan melalui paham cinta. Rasulullah saw. menjadikan cinta kepada Allah sebagai bagian dari syarat keimanan. Hal ini dinyatakan dalam banyak hadis, antara lain ketika Abu Ruzayn al-‘Uqayli bertanya kepada Rasulullah saw., “Apakah iman itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Iman itu mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi apa pun.”Hadis yang lain menyebutkan, “Seseorang belum dianggap beriman sampai aku lebih dicintai jauh melebihi cintanya kepada keluarga, harta, dan seluruh manusia.” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “…jauh melebihi cintanya kepada dirinya sendiri.” Rasulullah saw. juga memerintahkan kita agar mencintai Allah Swt., “Cintailah Allah, karena Dia telah melimpahkan nikmat kepadamu. Dan, cintailah aku, karena Allah mencintaiku!”

Hadist lain juga menyebutkan ketika malaikat kematian datang hendak mencabut nyawa Ibrahim a.s., beliau bertanya pada malaikat ini, “Pernahkah kamu dapati seorang kekasih ingin membunuh kekasihnya?” Atas pertanyaan Ibrahim, Allah kemudian menurunkan wahyu, “Pernahkah kamu dapati seorang pencinta yang tak ingin berjumpa dengan kekasihnya?” Ibrahim a.s. pun berkata, “Wahai, Malaikat Kematian, sekarang cabutlah nyawaku!” Hal seperti ini hanya mungkin terjadi pada hamba yang mencintai Allah dengan sepenuh hati. Ketika ia mengetahui bahwa kematian menjadi jembatan menunju perjumpaan dengan Sang Kekasihnya. 1].

1.] http://www.kampusislam.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=171

5). Hakikat dan Faktor Penyebab Cinta
Membahas cinta itu tidak terlepas dari hakikat, dan faktor penyebab cinta. Maka, berikut ini penjelasan mengenai hal tersebut : pertama cinta mengenal terlebih dulu objek yang menjadi sasaran cinta itu, sebelum mendeskripsikan cinta. Sebab, kenyataannya manusia hanya mencintai apa yang ia kenal. Cinta itu sendiri juga tidak pernah dialami benda-benda mati. Cinta hanya dialami benda-benda hidup yang sudah terlebih dulu mengenal objek yang dicintainya. Ada tiga jenis objek yang dikenal manusia. Pertama, objek yang sesuai dan seirama dengan naluri kemanusiaannya, yang bisa menimbulkan perasaan puas dan nikmat. Kedua, objek yang bertentangan dan berlawanan dengan naluri kemanusiaannya, yang menimbulkan perasaan pedih dan sakit. Ketiga, objek yang tidak menimbulkan pengaruh apa-apa terhadap naluri kemanusiaannya. Tidak menikmatkan juga tidak menyakitkan. Yang dimaksud cinta di sini adalah rasa yang secara naluriah suka terhadap sesuatu tertentu. Sementara itu, yang dimaksud benci adalah rasa yang secara naluriah membuat berpaling dari sesuatu tersebut. 1]

Prinsip kedua cinta adalah mengenal ragam cinta. Karena cinta muncul setelah terlebih dulu mengenal dan mengetahui, itu berarti cinta memiliki banyak ragam, sesuai dengan objek yang dikenal dan diketahuinya serta indra yang ada. Setiap indra mengenal hanya satu jenis objek. Masing-masing hanya merasa nikmat terhadap objek tertentu saja. Nikmat yang dirasakan indra penglihat adalah memandang dan mengetahui objek yang indah serta gambar atau lukisan yang bagus, elok, dan mengesakan. Nikmat yang dirasakan indra pendengar adalah mendengarkan simfoni yang indah dan menggetarkan. Nikmat yang dirasakan indra pencium adalah mencium aroma yang harum. Nikmat yang dirasakan indra perasa dalah mencicipi makanan yang enak-enak. Nikmat yang dirasakan indra peraba adalah sentuhan-sentuhan halus dan lembut. Karena itu masing-masing objek yang dikenal pancaindra itu menimbulkan kenikmatan tersendiri, ia pun dicintai oleh indra itu. Artinya, naluri sehat kita menyukainya. Oleh karena itu, Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga hal yang aku cintai dari dunia ini: parfum, wanita, dan kenikmatan dalam shalat.” Dalam hadis ini parfum disebut sebagai sesuatu yang beliau cintai. Padahal seperti diketahui, parfum hanya dirasakan oleh indra pencium, bukan indra penglihat atau pendengar. Wanita juga disebut sebagai sesuatu yang beliau cintai. Padahal kita ketahui, yang merasakan nikmatnya wanita hanyalah indra penglihat dan peraba, bukan indra pencium, perasa, dan pendengar. Demikian pula shalat disebut sebagai sesuatu yang paling beliau cintai. Padahal kita ketahui, yang merasakan nikmatnya salat itu bukan indra yang lima, tetapi indra keenam yang disebut dengan hati. Oleh karenanya, hanya orang yang mempunyai hati yang bisa merasakan betapa nikmatnya shalat. Indra yang lima dimiliki baik oleh manusia maupun binatang. Manusia itu istimewa karena dilengkapi dengan fasilitas istimewa berupa indra keenam berupa akal, nur, hati, atau apa pun istilahnya Dengan demikian, pandangan mata batin jauh lebih kuat dibandingkan pandangan mata lahir. Hati memiliki kemampuan mengetahui yang jauh lebih besar dibandingkan mata. Keindahan rohani yang diperoleh dengan kekuatan akal jauh lebih mengesankan dibandingkan keindahan gambar atau lukisan yang ditangkap indra penglihat. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa kenikmatan yang dirasakan hati setelah ia mengetahui berbagai nilai keagungan dan ketuhanan yang tidak mampu dicapai oleh pancaindra jauh lebih sempurna. 2].

prinsip ketiga adalah mengenali untuk siapa cinta itu diberikan. Seperti diketahui, manusia jelas mencintai dirinya sendiri. Jika ia mencintai orang lain, itu pun demi dirinya. sendiri Karena itu Tidak ada yang berhak untuk dicintai kecuali Dia. Dia itu Allah Swt.3]

1.] http://psikologiuinjkt2004.wordpress.com/2007/09/18/love-is-power/

2.] http://psikologiuinjkt2004.wordpress.com/2007/09/18/love-is-power/

3.] http://cholilerenmasyah.wordpress.com/2007/09/18/#_ftn7

1. Jalaludin Ar-Rumi (604-670 H/1207-1273 M)

Cinta adalah realitas abadi, namun ia cenderung memudar dan menghilang. Cinta sejati bergantung pada pemahaman. Cinta adalah api berkobar Pecinta adalah buah kemilau di antara bintang-bintang (Rumi) Tanah bukanlah debu Tapi kapal yang bersimbah darah, darah pecinta Tanpa kata-kata-Mu jiwaku kehilangan telinga Tanpa telinga-Mu jiwaku kehilangan lidah 1]

Pada kutipan “Tanah bukanlah debu” Rumi menggunakan imaji-imaji yang dramatis dan jarang digunakan oleh penyair sufi yang lain. Coba kita perhatikan kutipan puisi di atas. Cinta itu menuntut pengorbanan yang besar Rumi menyatakan melalui puisi-puisinya bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin lewat cinta, bukan semata-mata dengan kerja yang bersifat fisik. Cinta manusia, menurut Rumi mempunyai beberapa tahapan sebagai berikut: Pertama, memuja segala hal, yaitu orang, wanita, harta dan tahta. Kedua, memuja Tuhan. Ketiga, cinta mistis, yaitu seseorang tidak mengatakan ia memuja Tuhan atau tidak. Tahapan ketiga ini, memberikan pengertian Tuhan menjadi berbeda dengan pengertian orang atheis yang penuh kontradiksi. Menurut Rumi, manusia senatiasa tidak puas. Nafsunya selalu ingin terpenuhi. Karena, itu ia harus bertarung melalui segala usaha dan ambisi. Namun, baru dalam hal cintalah ia akan menemukan kepuasaan.
Cinta adalah sesuatu yang sungguh-sungguh, karenanymembutuhkankesungguhan pula. Dan cara yang baik harus ditempuh untuk mencapainya, seperti ia tulis dalam puisinya: Air butuh perantara supaya panas yaitu periuk dan api Cinta yang dimaksud Rumi disini termasuk lenyapnya ke-diri-an, yaitu kesatuan sempurna kekasih Tuhan, dengan Tuhan. Ketiadaan diri, yang menjadi hakekat cinta kesufian adalah terjemahan mistis dan kreatif dari hadis Nabi yang menyebutkan bahwa “Kemiskinan adalah tetanggaku.” Kemiskinan di sini diartikan sebagai kemiskinan diri atau ketiadaan diri serta terkendalinya hawa nafsu keduniawian. Dengan ketiadaan diri berarti terbuka bagi memancarnya cahaya Ilahi. Bukankah ketiadaan diri berarti hanya Tuhan yang ada? Jadi tujuan peniadaan diri ini, tiada lain adalah untuk memperterang jalan yang akan ditempuh menuju ke pemahaman kenyataan bahwa tidak ada wujud hakiki kecuali Tuha. “Aku Tiada,” berarti, “Tuhan adalah segala-galanya.” Rumi melukiskan cinta kerohanian semacam ini dalam puisinya: Dari tubuh Kau jauh, tapi dalam hatiku ada jendela menghadap-Mu Lewat rahasi jendela itulah, seperti bulan, kukirim pesan kepada-Mu Bagi sufi hanya hatilah tempat menerima kehadiran Tuhan. Bukan akal. Hal ini sering kali diucapkan oleh Rumi dalam puisi-puisinya Karena cinta Kematian berubah menjadi kehidupan Puisi tersebut, mengingatkan kita pada kisa Al-Hallaj yang telah dipenggal. Bagi seorang sufi, kematian adalah suatu tanda kehidupan yang baru. Kematian yang dimaksud adalah kematian dalam mencapai makrifat. Karena, hidup sebagai orang biasa yang terikat pada dunia semata adalah fana, sedangkan hidup dalam api ketuhanan bersifat kekal. Hal ini juga diungkapkan oleh Rumi dalam puisi-puisinya: Bila seseorang memperoleh wujud luar seperti musim dingin Ia punya harapan memperoleh musim semi di dalam dirinya sendiri Ungkapan musim dingin menunjuk pada beku, mati sebelum seseorang mati. Maksudnya lenyap keinginan dunianya, dan telah berada dalam kondisi kezuhudan, mekipun tetap menjalankan kehidupan di dunia dengan kewajiban-kewajiban sebagai manusia. Siapasaja menuju kekasih Ilahi Ia memuja cahaya Ilahi dalam dirinya Siapasaja memuja mataharIa memuja matanya sendiri Matahari di sini adalah perlambang dari penglihatan batin dan cahaya ketuhanan, dan Rumi tidak mengajak kita melakukan pemujaan seperti orang Politeis di Mesir atau India. Hati ngilu inilah yang memberingkan birahi telanjang pencinta Tiada sakit dengan hati yang menyembuhkan luka seperti itu Cinta adalah rasa pilu karena berpisah Dan bola kaca rahasia-rahasia Tuhan Apakah ia buatan langit ataupun bum Cinta akan membimbing kita ke sana pada akhirnya Pikiran akan gagal menerangkan cinta Seperti keledai di Lumpur: cinta sendirilah pengurai cinta Tidakkah matahari sendiri yang menerangkan matahari? Kenali ia! Seluruh bukti yang kau cari ada di sana.2]

1.] http://cholilerenmasyah.blogspot.com/2008/06/spiritual.html

2.] http://psikologiuinjkt2004.wordpress.com/2007/09/18/love-is-power/

2. Rabial Al-Adawiyah (95-185 H/713-801 M)

Menurut Rabiah cinta kepada Allah Swt. adalah memusatkan seluruh jiwa kepada Allah Swt. Untuk membuang segala yang lain. Hal ini terlihat dalam setiap puisi-puisi yang dilantunkannya. Rabiah selalu melantunkan sebuah puisi yang berisi sebuah kritikan sosial. Ia selalu mengingatkan kepada umat manusia bahwa janganlah beribadah kepada Allah hanya mengharap surga dan takut akan surga. Beribadahlah kepada Allah hanya karena cinta dan rindu kepada-Nya. Suatu ketika, Al-Tsawri bertanya kepada Rabi‘ah, “Apa hakikat imanmu?” Dia menjawab, “Aku tidak menyembah-Nya karena takut neraka atau berharap surga. Aku tidak seperti buruh jahat. Aku menyembah-Nya semata karena cinta dan rindu pada-Nya.” Adapun puisi-puisi itu sebagai berikut:Aku mengabdi kepada Allah bukan karena takut kepada neraka Dan bukan pula karena ingin masuk surga Aku hanya mengabdi karena cintaku dan rinduku kepada-Nya Tuhanku jika aku memuja Engkau karena takut neraka Maka bakarlah aku di dalamnya Dan jika aku memuja kepada Engkau karena mengharap surga Maka jauhkanlah aku darinya Akan tetapi jika aku memuja hanya semata-mata karena Engkau Maka janganlah Engkau sembunyikan kecantikan yang kekal itu Perasaan cinta yang telah meresap ke dalam lubuk hati Rabiah menyebabkan ia mengorbankan hidupnya semata-mata untuk beribadah kepada Allah Swt. Cinta Rabiah kepada Allah Swt. merupakan cinta suci, murni, dan sempurna seperti

yang disenandungkan dalam syairnya sebagai berikut: Aku mencintai-Mu dengan dua cinta: Cinta egois (hawa) dan cinta yang layak Engkau terimamCinta egosi adalah cintaku dalam mengingat-Mu dan tiada lagi yang lain Tetapi demi cinta yang layak Engkau terima Engkau akan sibakkan selubung itu agar aku melihat-Mu Tiada pujian untukku dalam cinta mana pun Segala puji itu milik-Mu.

Beri ampunlah pembuat dosa yang datang ke hadirat-Mu Engkaulah harapnku, kebahagianku, dan kesenanganku Hatiku enggan mencintai selain Engkau Cinta yang mendalam kepada Allah Swt. begitu memenuhi seluruh jiwanya, sehingga ia selalu menolak seluruh tawaran menikah baik tawaran yang berasal dari gubernur sekalipun maupun tokoh sufi terkemuka. Dirinya hanya milik Allah yang dicintainya. Ada sebuah pertanyaan yang menghampirinya, “Apakah engkau membenci setan?” dia menjawab, “Tidak, cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong dalam diriku untuk rasa benci pada setan.” Demikian pula ketika ditanya tentang cintanya kepada Nabi Muhammad Saw. Rabiah menjawab, “Saya cinta kepada Nabi Muhammad Saw. siapa yang tidak mencintai Nabi dari seluruh alam ini? Tetapi cinta yang aku persembahkan kepada Allah Swt. memalingkan diriku dari cinta kepada hambanya.” Rabiah adalah sosok yang selalu terlihat sedih dan banyak menangis. Setiap kali dia mendengar neraka disebutkan, dia langsung pingsan pada saat itu juga. Dia berkata, “Istigfar tidak memerlukan istigfar lainnya.” dia juga selalu menolak pemberian orang kepadanya dan berkata, “Aku tidak lagi memerlukan dunia.” 1]
Suatu hari Rabi‘ah al-‘Adawiyyah berkata, “Siapa yang dapat menunjukkan saya bertemu Sang Kekasih?” Pelayannya menjawab, “Sang Kekasih bersama kita, tetapi dunia menghalangi kita bertemu dengan-Nya.” Suatu saat Rabi‘ah ditanya, “Apa pendapat Anda tentang surga?” Dia menjawab, “Pasangan dan rumah.” Kemudian ia menambahkan, “Hatiku tak pernah menoleh ke surga. Aku terfokus kepada Sang Pemilik surga. Siapa saja tidak mengenal Allah di dunia, maka ia tidak akan mengenal-Nya besok di akhirat. Siapa yang tidak memperoleh kenikmatan makrifat di dunia, maka ia tidak akan memperoleh kenikmatan menatap wajah Allah besok di akhirat. Sebab, tidak ada yang muncul tiba-tiba di akhirat. Semua harus dibawa dari dunia. Seseorang tidak akan menuai selain apa yang ia tanam. Pada Hari Kiamat nanti setiap orang akan dikumpulkan sesuai dengan bagaimana keadaan ketika ia menyambut kematian, karena semua manusia akan mati sesuai keadaan ketika ia menjalani kehidupan.”2].

1]. Ahlak Tasawuf/Drs.H.A.Mustofa/Pustaka Setiawan Bandung/Hal 249

2.] http://cholilerenmasyah.blogspot.com/

3. Kisah Seorang Arif

Seseorang berkata kepada salah seorang arif, “Bukankah kamu seorang pencinta?” Dia menjawab, “Tidak, aku bukan seorang pencinta, tetapi akulah kekasih yang dicinta. Seorang pencinta tersiksa oleh rasa lelah.” Orang itu berkata lagi, “Banyak orang berkata bahwa kamu adalah salah satu dari tujuh wajah dirimu sendiri.” Dia menjawab, “Aku adalah ketujuh wajah itu secara utuh.”

Dia juga pernah berkata, “Jika kamu melihat diriku, maka pasti kamu akan melihat empat puluh wajah.” Lalu ia ditanya, “Bagaimana bisa, sedangkan kamu hanya satu?” Ia menjawab, “Sebab, aku melihat empat puluh wajah. Setiap wajah adalah cermin dari akhlak-Nya.”

Ada orang bertanya, “Aku dengar kamu melihat Khidir as.” Mendengar pertanyaan itu, ia tersenyum, lalu berkata, “Orang yang melihat Khidir itu tidak aneh. Yang aneh justru kalau Khidir ingin melihat orang itu, tetapi Khidir tak bisa melihatnya.”

Diceritakan bahwa Khidir pernah berkata, “Sehari pun belum pernah terjadi ada wali Allah yang tidak aku ketahui. Sampai pada suatu hari aku melihat seorang wali yang tidak aku kenali.”

Dalam salah satu keterangan disebutkan bahwa Allah Swt. berkata kepada salah seorang nabi, “Sesungguhnya, orang yang Aku jadikan sebagai teman-Ku hanyalah orang yang tak kenal lelah berzikir mengingat-Ku, tak punya keinginan lain selain Aku, dan tak pernah mendahulukan apa pun dari makluk-Ku sebelum Aku. Jika ia dibakar dengan api, maka ia tak merasa sakit. Jika ia dipotong-potong dengan gergaji, maka ia tidak merasa sentuhan besi itu menimbulkan rasa sakit. Lalu, orang yang kualitas cintanya tidak mencapai taraf seperti ini, bagaimana mungkin ia dapat mengetahui karamah dan mukasyafah yang ada di balik iman? Semua itu terdapat di balik cinta, sedangkan cinta terdapat di balik iman yang sempurna. Sementara itu, maqam-maqam iman dan perubahannya menjadi berkurang atau bertambah tidak terhitung jumlahnya.”1].

1] http://cholilerenmasyah.wordpress.com/2007/09/18/love-is-power/

KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA

A. Keadaan Indonesia pada masa kedatangan Islam

Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai derah didaratan Asia tenggara.[1] Wilayah barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama hasil bumi yang dijual di sana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India.

Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku, dipasarakan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual pada pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi pedagang asing, seperti Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatera, (sunda kelapa dan Gresik di Jawa).[2]

Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia, da India juga ada yang sampai ke pulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad I H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum ditaklukan oleh portugis (1511), merupakan pusat utama Lalu-lintas perdagangan dan pelayaran. Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat, yang melakukan hubungan dagang langsung dengan malaka pada wakt itu. Dengan demikian, Malaka menjadi mata rantai pelayaran penting. Lebih ke Barat lagi dari Gujarat, perjalanan laut melintasi Laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang dua. Jalan pertama di sebelah utara menuju teluk Oman, melalui Teluk Aden dan Laut Merah, dan Iskandariah. Melalui jalan pelayaran tersebut, kapal-kapal Arab, Persia, dan India mondar-mandir dari Barat ke Timur dan terus ke Negeri Cina menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang perginya.[3]

Menurut J. C. Van Leur, berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat diperkirakan bahwa sejak 674 M ada koloni-kolini Arab di barat laut Sumatera, yaitu di Barus, daerah penghasil kapur barus terkenal.[4] Dari berita cina bisa diketahui bahwa di masa Kanton (kan-fu) dan Sumatera. Ta-shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yang ketika itu jelas sudah menjadi Muslim. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat Internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat dan timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah bani Umayyah di bagian barat dan kerajaan cina zaman dinasti T`ang di Asia bagian timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia tenggara. Akan tetapi, menurut Taufik Abdullah, belum ada bukti bahwa pribumi Indonesia di Tempat-tampat yang disinggahi oleh para pedagang Muslim itu beragam Islam. Adanya koloni itu, diduga sejauh yang bisa dipertanggung jawabkan, ialah para pedagang Arab tersebut hanya berdiam untuk menunggu musim yang baik bagi pelayaran.[5]

Baru pada zaman-zaman berikutnya penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula dari penduduk pribumi di kolono-koloni pedagang muslim itu. Menjelang abad ke-13 M, masyarakat Sumatera. Di Jawa makam fatimah binti maimun di Leran (Gresik) yang berangka Tahun 475 H (1082 M), dan makam-makam Islam ditralaya yang berasal dari abad ke-13 M merupakan bukti berkembangnya komunitas Islam, termasuk di pusat kekuasaan Hindu-Jawa ketika itu, Majapahit. Namun, sumber sejarah shahih yang memberikan kesaksian sejarah yang dapat dipertanggung jawabkan tentang berkembangnya masyarakat Islam di Indonesia, baik berupa prasasti dan hitiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika ”komunitas Islam” berubah menjadi kekuasaan.[6]

Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam itu, perkembangan agama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase. 1. singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama cina, 2. Adanya komunitas-komunitas Islam dibeberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya, di samping berita-berita asing, juga makam-makam Islam, dan 3. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.[7]

B. Kondisi Dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan di Indonesia

Cikal bakal kekuasaan Islam telah dirintis pada periode abad 1-5/7-8 M, tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni maritime sriwijaya yang terpusat di palembang dan kerajaan hindhu-jawa seperti singosari dan majapahit di Jawa timur. Pada periode ini para pedagang dan mubaligh muslim membentuk komunitas-komunitas Islam. Mereka memperkenalkan Islam yang mengajarkan toleransi dan persamaan derajat di antara sesama, sementara ajaran hindhu-jawa menekankan perbedaaan derajat manusia.

Karena itu, lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam.

Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.

Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.[8]

Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus.

Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.

Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M.[9]

Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani. Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa.

Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).[10]

Sumber-sumber literatur Cina menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim. Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah Nusantara. Seperti pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton.

Tentu saja, tak hanya ke negeri Cina perjalanan dilakukan. Beberapa catatan menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang lebih kita kenal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima karena zaman itu adalah masa-masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi yang akan menuju ke Cina tanpa melawat terlebih dulu ke Sriwijaya.

Selain Sabaj atau Sribuza atau juga Sriwijaya disebut-sebut telah dijamah oleh dakwah Islam, daerah-daerah lain di Pulau Sumatera seperti Aceh dan Minangkabau menjadi lahan dakwah. Bahkan di Minangkabau ada tambo yang mengisahkan tentang alam Minangkabau yang tercipta dari Nur Muhammad. Ini adalah salah satu jejak Islam yang berakar sejak mula masuk ke Nusantara.Di saat-saat itulah, Islam telah memainkan peran penting di ujung Pulau Sumatera. Kerajaan Samudera Pasai-Aceh menjadi kerajaan Islam pertama yang dikenal dalam sejarah. Selain di Pulau Sumatera, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang bersamaan di Pulau Jawa. Prof. Hamka dalam Sejarah Umat Islam mengungkapkan, pada tahun 674 sampai 675 masehi duta dari orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina yang tak lain adalah sahabat Rasulullah sendiri Muawiyah bin Abu Sofyan, diam-diam meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Muawiyah yang juga pendiri Daulat Umayyah ini menyamar sebagai pedagang dan menyelidiki kondisi tanah Jawa kala itu.[11]

Ekspedisi ini mendatangi Kerajaan Kalingga dan melakukan pengamatan. Maka, bisa dibilang Islam merambah tanah Jawa pada abad awal perhitungan hijriah. Jika demikian, maka tak heran pula jika tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar dengan Kerajaan Giri, Demak, Pajang, Mataram, bahkan hingga Banten dan Cirebon. Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh Wali Songo atau Sembilan Wali adalah rangkaian kerja sejak kegiatan observasi yang pernah dilakukan oleh sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan.

Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sangatlah tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kerajaan. Kerajaan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal memang adalah Kerajaan Demak. Namun, keberadaan Giri tak bisa dilepaskan dari sejarah kekuasaan Islam tanah Jawa.[12]

Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama aslinya Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di daerah Giri, Gresik, Jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kerajaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini pula dihasilkan pendakwah-pendakwah yang telah dikirim ke Nusatenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya.[13]

C. Cara Islamisasi Di Indonesia

Perjalanan dakwah awal Islam di Nusantara tak terbatas hanya di Sumatera atau Jawa saja. Hampir seluruh sudut kepulauan Indonesia telah tersentuh oleh indahnya konsep rahmatan lil alamin yang dibawa oleh Islam. Kedatangan dan penyebaranya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Apabila situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana, maka islam dijadikan alat politik bagi kaum bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu.

Saluran-saluran atau cara-cara Islamisasi di Indonesia ada berbagai cara/saluran, yaitu:[14]

· Saluran perdagangan, pada taraf permulaan saluran Islamisasi adalah perdagangan, kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga abad ke-16, saluran islamisasi melalui perdagangan ini menguntungkan karena para Raja dan bangsawan turut serta dalam perdagangan bahkan mereka pemilik kapal dan saham.

· Saluran perkawinan, dari sudut ekonomi para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari pada kebanyakan masyarakat pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putrid-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu.

· Saluran tasawuf, pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan theosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyrakat Indonesia. Dengan tasawuf, bentuk islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima.

· Saluran pendidikan, islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Dipesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang kekampung masing-masing kemudian berdakwah ketempat tertentu mengajarkan islam.

· Saluran kesenian, melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang kulit. Dikatakan, suanan kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang, dia tidak pernah meminta penonton untuk membayar upah pertunjukan tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.

· Saluran politik, di maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk islam setelah rajanya memeluk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya islam didaerah ini. Disamping itu, baik disumatera dan jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik kerajaan-kerajaan islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

Ada beberapa contoh islamisasi di kepulauan Nusantara, seperti :[15]

1. Islamisasi Kalimantan

Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu.

Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan. Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. (Baca: Empat Sekawan Ulama Besar)

2. Islamisasi Sulawesi

Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi.

Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar. Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate.

Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar. Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.

3. Islamisasi Maluku

Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya.

Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram.

Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.

4. Islamisasi Papua

Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau Papua menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Pulau Papua memeluk Islam. Namun, dibanding wilayah lain, perkembangan Islam di pulau hitam ini bisa dibilang tak terlalu besar.

5. Islamisasi Nusa Tenggara

Islam masuk ke wilayah Nusa Tenggara bisa dibilang sejak awal abad ke-16. Hubungan Sumbawa yang baik dengan Kerajaan Makassar membuat Islam turut berlayar pula ke Nusa Tenggara. Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah para Muslim sejak mula. Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis.

Dengan data dan perjalanan Islam di atas, sesungguhnya bisa ditarik kesimpula, bahwa Indonesia adalah negeri Islam. Bahkan, lebih jauh lagi, jika dikaitkan dengan peran Islam di berbagai kerajaan tersebut di atas, Indonesia telah memiliki cikal bakal atau embrio untuk membangun dan menjadi sebuah negara Islam.



[1] Marwati Djoened Pooesponegoro dan Nugroho Notosusanto (ed.), Sejarah Nasional Indonesia II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm. 2.

[2] Taufik Abdullah (Ed), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1991), hlm. 34

[3] Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hlm.122.

[4] J. C. van Luer, Indonesia Trade and Society, (Bandung: Sumur Bandung, 1960), hlm. 91

[5] Taufik Abdullah, op. cit., hlm. 35.

[6] Ibid., hlm. 38.

[7] Ibid., hlm. 39.

[8] http://www.ummah.net/Islam/Nusantara

[9] http://www.ummah.net/Islam/Sejarah

[10] Uka Tjandrasasmita (Ed.), op. cit., hlm. 2.

[11] http:// spitasi. blogspot.com/spi/kedatangan Islam di Indonesia

[12] S. O. Robson, “Java at The Crossroads: Aspect of Javanese Culture History in The 14th and 15th Centuries”, dalam Bijdragen, Deel, 137, 1981, hlm. 272

[13] Dr. Badri Yatim, M. A. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta:PT Raja Grafindo.2003). hlm. 199

[14] Uka Tjandrasasmita. Op, cit,. hlm 188-195

[15] http://www.ummah.net/Islam/Sejarah