Sabtu, 16 Januari 2010

MAHABBAH

1). Definisi Mahabbah

Dalam dunia tasawuf kata mahabah berarti cinta kepada Allah Swt. Tasawuf mendefinisikan mahabah sebagai kepatuhan kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya, menyerahkan diri kepada seluruh Yang dikasihi, mengosongkan hari dari segala-galanya kecuali dari diri yang dikasihi. Al-Junaid menganggap mahabah sebagai suatu kecenderungan hati, maksudnya hari seseorang cenderung kepada Allah Swt. dan kepada segala sesuatu yang datang dari-Nya tanpa usaha. Menurut Al-Ghazali, cinta kepada Allah merupakan puncak dari segala makam mistik. Setelah makam cinta, tidak ada lagi makam lain yang menandinginya. Kalaupun ada, makam itu hanya menjadi salah satu buah cinta saja, seperti kerinduan (syawq), keintiman spritual (uns), rida dan makam lain yang sejenis. Sebelum cinta juga tidak ada makam lain. Kalaupun ada, pasti akan menjadi salah satu pengantarnya saja, seperti tobat, sabar, zuhud, dan yang lain.Mahabbah adalah mencintai. Mahabah adalah pengertian dari CINTA SUCI atau ASMARASANTA dari bahasa sansekertanya. Yang mana tingkatan Mahabah adalah tingkatan hamba Allah yang menganggap Allah adalah kekasihnya.Kadang2 sangking khusuknya tindakan mereka tampak seperti orang gila dalam pandangan orang awam.1]

1].http://www.kampusislam.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=171

2). Macam-Macam Mahabbah

1). Mahabbah khaassaah (cinta yang khusus atau spesifik),.

2). mahabbah musytarakah (cinta yang umum).

Mahabbah khaassaah terbagi lagi kepada dua macam, yaitu mahabbah khaassaah yang halal dan mahabbah khaassaah yang haram.

A). Mahabbah khaassaah yang halal adalah:

a. Mahabbatullah (cinta khusus kepada Allah) dan inilah dasar agama kita. Dengan menyempurnakan kecintaan kepada Allah, maka keimanan seseorang menjadi sempurna. Sebaliknya jika kecintaan kepada Allah berkurang, maka tauhid seseorang juga berkurang. Dalil mahabbatullah ini adalah ayat yang membedakan kecintaan orang-orang musyrik kepada Allah dengan kecintaan orang-orang mu'min kepada Allah.
"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah (yuhibbuunaHum kahubbillaH).1]

Adapun orang-orang yang beriman sangat dalam cintanya kepada Allah (asyaddu hubban lillaH).2]. Pembedaan dalam ayat di atas adalah pada penyekutuan. Maksudnya, musyrik memiliki tandingan cinta, sedangkan cinta mu'min kepada Allah tidak ada tandingan. "Katakanlah: 'Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai (ahabba ilaikum) dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya 3]

1] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080316105558AAsieds

2] [Al-Baqarah:165].

3] surah At-Taubat 24:

B. Mahabbaturrasuul (cinta khusus kepada Rasul) sebagaimana firman Allah:"Katakanlah: 'Jika kamu benar-benar mencintai Allah (tuhibbuunallaH), ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu (yuhbibkumullaH) dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." 1] .

Sebuah ayat yang begitu dalam maknanya, di mana syarat untuk mendapatkan cinta Allah adalah dengan mengikuti Rasul-Nya. Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitab tafsirnya:"Ayat ini merupakan pemutus hukum bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah tapi tidak menempuh jalan Muhammad Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam. Bahwa dia dikatakan sebagai pembohong dalam pengakuan cintanya itu, sampai dia mengikuti syariat dan agama yang dibawa Nabi, dalam semua ucapan dan perbuatannya. "Umar bin Khaththabb rodhiyallahu anhu berkata kepada Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam yang tangannya sedang menggandeng tangannya: "Ya Rasulullah, engkau lebih aku cintai dari segalanya kecuali dari diriku sendiri." Rasulullah bersabda: "Tidak, demi Dia Yang memegang nyawaku, hingga aku lebih kamu cintai dari dirimu sendiri." Umar berkata: "Mulai sekarang kalau begitu, demi Allah, engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri." Rasulullah bersabda, "Mulai sekarang, wahai Umar." [Shahih Bukhari] Maka hadits ini dan ayat di atas membuktikan bahwa cinta kepada Rasul dan cinta kepada Allah saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Karna sebagaimana dijelaskan bahwa rosul adalah utusan Allah.2].

1.] [Ali 'Imran:31]

2.] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080316105558AAsieds

C. Cinta kepada rasul-rasul yang lain para sahabat berdasarkan hadits "para Nabi bersaudara, agama mereka satu" dan ayat tentang kemuliaan para sahabat dan rasa cinta di antara mereka (qs.59:9). Mahabbah khaassaah yang haram adalah kebalikan dari yang halal, yaitu yang memiliki tandingan. Seperti rela melakukan apa saja yang diharamkan demi cinta kepada seseorang, maka seseorang itu telah ia jadikan sebagai tandingan Allah.

B. Mahabbah musytarakah

Terbagi tiga: a. Berdasarkan fitrah, seperti kecintaan seorang yang lapar terhadap makanan.. b. Berdasarkan kasih sayang, kecintaan orang tua kepada anaknya, suami kepada istrinya. c. Berdasarkan persaudaraan, seperti persahabatan antar sesama muslim. Ketiga cinta yang umum ini tidak boleh berada di atas cinta yang khusus kepada Allah dan Rasul-Nya. Tingkat mahabbatullah seseorang ditandai oleh tingkat kepatuhannya terhadap semua yang diwajibkan dalam syariat. firman Allah dalam sebuah hadits Qudsi dari Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam: "Dan tidak mendekat kepada-Ku seorang hamba-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai (ahabba ilayya) daripada menjalankan apa-apa yang menjadi kewajibannya." [Shahih Bukhari]. 1].

1.] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080316105558AAsieds

3). Tingkatan Mahabah

Menurut Abu Nasr as-Sarraj at-Thusi mahabah mempunyai tiga tingkat.

(1) Cinta orang biasa, yaitu selalu mengingat Allah dengan zikir, suka menyebut nama Allah Swt. dan mendapatkan kesenangan darinya serta selalu memuji-Nya. (2) Cinta orang jujur, yaitu orang yang kenal kepada Allah Swt. seperti kebesaran-Nya, kekuasaan-Nya, dan ilmu-Nya. Cinta ini dapat menghilangkan tabir yang memisahkan diri seseorang dari Allah Swt. sehingga ia dapat melihat rahasia-rahasia yang ada pada Allah Swt. orang yang berada pada cinta ini akan selalu mendapatkan kesenangan. Dan juga, dapat membuat orang sanggup menghilangkan kehendak dan sifat-sifatnya sendiri, sementara hatinya penuh dengan perasaan cinta kepada Allah Swt. (3) Cinta orang arif, yaitu cinta orang yang benar-benar mengetahui Allah Swt. yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri yang dicintai. Akhirnya, sifat-sifat yang dicintai masuk ke dalam diri yang mencintai. Cinta pada tingkat inilah yang menyebabkan seorang hamba dapat berdialog dan menyatu dengan (kehendak) Allah Swt. 1].

1.] http://www.kampusislam.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=171

4). Dasar Mahabah

Banyak sekali yang mendasari paham mahabah baik itu dari Alquran, hadis maupun dari sahabat dan ulama.“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi danmengampuni dosa-dosamu.karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, “Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan perbuatan-perbuatan, hingga Aku cinta padanya. Orang yang Ku-cintai menjadi telinga, mata, dan tangan-Ku.” Hadis ini, memberikan pengertian bahwa Tuhan dan makhluk dapat dipersatukan melalui paham cinta. Rasulullah saw. menjadikan cinta kepada Allah sebagai bagian dari syarat keimanan. Hal ini dinyatakan dalam banyak hadis, antara lain ketika Abu Ruzayn al-‘Uqayli bertanya kepada Rasulullah saw., “Apakah iman itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Iman itu mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi apa pun.”Hadis yang lain menyebutkan, “Seseorang belum dianggap beriman sampai aku lebih dicintai jauh melebihi cintanya kepada keluarga, harta, dan seluruh manusia.” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “…jauh melebihi cintanya kepada dirinya sendiri.” Rasulullah saw. juga memerintahkan kita agar mencintai Allah Swt., “Cintailah Allah, karena Dia telah melimpahkan nikmat kepadamu. Dan, cintailah aku, karena Allah mencintaiku!”

Hadist lain juga menyebutkan ketika malaikat kematian datang hendak mencabut nyawa Ibrahim a.s., beliau bertanya pada malaikat ini, “Pernahkah kamu dapati seorang kekasih ingin membunuh kekasihnya?” Atas pertanyaan Ibrahim, Allah kemudian menurunkan wahyu, “Pernahkah kamu dapati seorang pencinta yang tak ingin berjumpa dengan kekasihnya?” Ibrahim a.s. pun berkata, “Wahai, Malaikat Kematian, sekarang cabutlah nyawaku!” Hal seperti ini hanya mungkin terjadi pada hamba yang mencintai Allah dengan sepenuh hati. Ketika ia mengetahui bahwa kematian menjadi jembatan menunju perjumpaan dengan Sang Kekasihnya. 1].

1.] http://www.kampusislam.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=171

5). Hakikat dan Faktor Penyebab Cinta
Membahas cinta itu tidak terlepas dari hakikat, dan faktor penyebab cinta. Maka, berikut ini penjelasan mengenai hal tersebut : pertama cinta mengenal terlebih dulu objek yang menjadi sasaran cinta itu, sebelum mendeskripsikan cinta. Sebab, kenyataannya manusia hanya mencintai apa yang ia kenal. Cinta itu sendiri juga tidak pernah dialami benda-benda mati. Cinta hanya dialami benda-benda hidup yang sudah terlebih dulu mengenal objek yang dicintainya. Ada tiga jenis objek yang dikenal manusia. Pertama, objek yang sesuai dan seirama dengan naluri kemanusiaannya, yang bisa menimbulkan perasaan puas dan nikmat. Kedua, objek yang bertentangan dan berlawanan dengan naluri kemanusiaannya, yang menimbulkan perasaan pedih dan sakit. Ketiga, objek yang tidak menimbulkan pengaruh apa-apa terhadap naluri kemanusiaannya. Tidak menikmatkan juga tidak menyakitkan. Yang dimaksud cinta di sini adalah rasa yang secara naluriah suka terhadap sesuatu tertentu. Sementara itu, yang dimaksud benci adalah rasa yang secara naluriah membuat berpaling dari sesuatu tersebut. 1]

Prinsip kedua cinta adalah mengenal ragam cinta. Karena cinta muncul setelah terlebih dulu mengenal dan mengetahui, itu berarti cinta memiliki banyak ragam, sesuai dengan objek yang dikenal dan diketahuinya serta indra yang ada. Setiap indra mengenal hanya satu jenis objek. Masing-masing hanya merasa nikmat terhadap objek tertentu saja. Nikmat yang dirasakan indra penglihat adalah memandang dan mengetahui objek yang indah serta gambar atau lukisan yang bagus, elok, dan mengesakan. Nikmat yang dirasakan indra pendengar adalah mendengarkan simfoni yang indah dan menggetarkan. Nikmat yang dirasakan indra pencium adalah mencium aroma yang harum. Nikmat yang dirasakan indra perasa dalah mencicipi makanan yang enak-enak. Nikmat yang dirasakan indra peraba adalah sentuhan-sentuhan halus dan lembut. Karena itu masing-masing objek yang dikenal pancaindra itu menimbulkan kenikmatan tersendiri, ia pun dicintai oleh indra itu. Artinya, naluri sehat kita menyukainya. Oleh karena itu, Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga hal yang aku cintai dari dunia ini: parfum, wanita, dan kenikmatan dalam shalat.” Dalam hadis ini parfum disebut sebagai sesuatu yang beliau cintai. Padahal seperti diketahui, parfum hanya dirasakan oleh indra pencium, bukan indra penglihat atau pendengar. Wanita juga disebut sebagai sesuatu yang beliau cintai. Padahal kita ketahui, yang merasakan nikmatnya wanita hanyalah indra penglihat dan peraba, bukan indra pencium, perasa, dan pendengar. Demikian pula shalat disebut sebagai sesuatu yang paling beliau cintai. Padahal kita ketahui, yang merasakan nikmatnya salat itu bukan indra yang lima, tetapi indra keenam yang disebut dengan hati. Oleh karenanya, hanya orang yang mempunyai hati yang bisa merasakan betapa nikmatnya shalat. Indra yang lima dimiliki baik oleh manusia maupun binatang. Manusia itu istimewa karena dilengkapi dengan fasilitas istimewa berupa indra keenam berupa akal, nur, hati, atau apa pun istilahnya Dengan demikian, pandangan mata batin jauh lebih kuat dibandingkan pandangan mata lahir. Hati memiliki kemampuan mengetahui yang jauh lebih besar dibandingkan mata. Keindahan rohani yang diperoleh dengan kekuatan akal jauh lebih mengesankan dibandingkan keindahan gambar atau lukisan yang ditangkap indra penglihat. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa kenikmatan yang dirasakan hati setelah ia mengetahui berbagai nilai keagungan dan ketuhanan yang tidak mampu dicapai oleh pancaindra jauh lebih sempurna. 2].

prinsip ketiga adalah mengenali untuk siapa cinta itu diberikan. Seperti diketahui, manusia jelas mencintai dirinya sendiri. Jika ia mencintai orang lain, itu pun demi dirinya. sendiri Karena itu Tidak ada yang berhak untuk dicintai kecuali Dia. Dia itu Allah Swt.3]

1.] http://psikologiuinjkt2004.wordpress.com/2007/09/18/love-is-power/

2.] http://psikologiuinjkt2004.wordpress.com/2007/09/18/love-is-power/

3.] http://cholilerenmasyah.wordpress.com/2007/09/18/#_ftn7

1. Jalaludin Ar-Rumi (604-670 H/1207-1273 M)

Cinta adalah realitas abadi, namun ia cenderung memudar dan menghilang. Cinta sejati bergantung pada pemahaman. Cinta adalah api berkobar Pecinta adalah buah kemilau di antara bintang-bintang (Rumi) Tanah bukanlah debu Tapi kapal yang bersimbah darah, darah pecinta Tanpa kata-kata-Mu jiwaku kehilangan telinga Tanpa telinga-Mu jiwaku kehilangan lidah 1]

Pada kutipan “Tanah bukanlah debu” Rumi menggunakan imaji-imaji yang dramatis dan jarang digunakan oleh penyair sufi yang lain. Coba kita perhatikan kutipan puisi di atas. Cinta itu menuntut pengorbanan yang besar Rumi menyatakan melalui puisi-puisinya bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin lewat cinta, bukan semata-mata dengan kerja yang bersifat fisik. Cinta manusia, menurut Rumi mempunyai beberapa tahapan sebagai berikut: Pertama, memuja segala hal, yaitu orang, wanita, harta dan tahta. Kedua, memuja Tuhan. Ketiga, cinta mistis, yaitu seseorang tidak mengatakan ia memuja Tuhan atau tidak. Tahapan ketiga ini, memberikan pengertian Tuhan menjadi berbeda dengan pengertian orang atheis yang penuh kontradiksi. Menurut Rumi, manusia senatiasa tidak puas. Nafsunya selalu ingin terpenuhi. Karena, itu ia harus bertarung melalui segala usaha dan ambisi. Namun, baru dalam hal cintalah ia akan menemukan kepuasaan.
Cinta adalah sesuatu yang sungguh-sungguh, karenanymembutuhkankesungguhan pula. Dan cara yang baik harus ditempuh untuk mencapainya, seperti ia tulis dalam puisinya: Air butuh perantara supaya panas yaitu periuk dan api Cinta yang dimaksud Rumi disini termasuk lenyapnya ke-diri-an, yaitu kesatuan sempurna kekasih Tuhan, dengan Tuhan. Ketiadaan diri, yang menjadi hakekat cinta kesufian adalah terjemahan mistis dan kreatif dari hadis Nabi yang menyebutkan bahwa “Kemiskinan adalah tetanggaku.” Kemiskinan di sini diartikan sebagai kemiskinan diri atau ketiadaan diri serta terkendalinya hawa nafsu keduniawian. Dengan ketiadaan diri berarti terbuka bagi memancarnya cahaya Ilahi. Bukankah ketiadaan diri berarti hanya Tuhan yang ada? Jadi tujuan peniadaan diri ini, tiada lain adalah untuk memperterang jalan yang akan ditempuh menuju ke pemahaman kenyataan bahwa tidak ada wujud hakiki kecuali Tuha. “Aku Tiada,” berarti, “Tuhan adalah segala-galanya.” Rumi melukiskan cinta kerohanian semacam ini dalam puisinya: Dari tubuh Kau jauh, tapi dalam hatiku ada jendela menghadap-Mu Lewat rahasi jendela itulah, seperti bulan, kukirim pesan kepada-Mu Bagi sufi hanya hatilah tempat menerima kehadiran Tuhan. Bukan akal. Hal ini sering kali diucapkan oleh Rumi dalam puisi-puisinya Karena cinta Kematian berubah menjadi kehidupan Puisi tersebut, mengingatkan kita pada kisa Al-Hallaj yang telah dipenggal. Bagi seorang sufi, kematian adalah suatu tanda kehidupan yang baru. Kematian yang dimaksud adalah kematian dalam mencapai makrifat. Karena, hidup sebagai orang biasa yang terikat pada dunia semata adalah fana, sedangkan hidup dalam api ketuhanan bersifat kekal. Hal ini juga diungkapkan oleh Rumi dalam puisi-puisinya: Bila seseorang memperoleh wujud luar seperti musim dingin Ia punya harapan memperoleh musim semi di dalam dirinya sendiri Ungkapan musim dingin menunjuk pada beku, mati sebelum seseorang mati. Maksudnya lenyap keinginan dunianya, dan telah berada dalam kondisi kezuhudan, mekipun tetap menjalankan kehidupan di dunia dengan kewajiban-kewajiban sebagai manusia. Siapasaja menuju kekasih Ilahi Ia memuja cahaya Ilahi dalam dirinya Siapasaja memuja mataharIa memuja matanya sendiri Matahari di sini adalah perlambang dari penglihatan batin dan cahaya ketuhanan, dan Rumi tidak mengajak kita melakukan pemujaan seperti orang Politeis di Mesir atau India. Hati ngilu inilah yang memberingkan birahi telanjang pencinta Tiada sakit dengan hati yang menyembuhkan luka seperti itu Cinta adalah rasa pilu karena berpisah Dan bola kaca rahasia-rahasia Tuhan Apakah ia buatan langit ataupun bum Cinta akan membimbing kita ke sana pada akhirnya Pikiran akan gagal menerangkan cinta Seperti keledai di Lumpur: cinta sendirilah pengurai cinta Tidakkah matahari sendiri yang menerangkan matahari? Kenali ia! Seluruh bukti yang kau cari ada di sana.2]

1.] http://cholilerenmasyah.blogspot.com/2008/06/spiritual.html

2.] http://psikologiuinjkt2004.wordpress.com/2007/09/18/love-is-power/

2. Rabial Al-Adawiyah (95-185 H/713-801 M)

Menurut Rabiah cinta kepada Allah Swt. adalah memusatkan seluruh jiwa kepada Allah Swt. Untuk membuang segala yang lain. Hal ini terlihat dalam setiap puisi-puisi yang dilantunkannya. Rabiah selalu melantunkan sebuah puisi yang berisi sebuah kritikan sosial. Ia selalu mengingatkan kepada umat manusia bahwa janganlah beribadah kepada Allah hanya mengharap surga dan takut akan surga. Beribadahlah kepada Allah hanya karena cinta dan rindu kepada-Nya. Suatu ketika, Al-Tsawri bertanya kepada Rabi‘ah, “Apa hakikat imanmu?” Dia menjawab, “Aku tidak menyembah-Nya karena takut neraka atau berharap surga. Aku tidak seperti buruh jahat. Aku menyembah-Nya semata karena cinta dan rindu pada-Nya.” Adapun puisi-puisi itu sebagai berikut:Aku mengabdi kepada Allah bukan karena takut kepada neraka Dan bukan pula karena ingin masuk surga Aku hanya mengabdi karena cintaku dan rinduku kepada-Nya Tuhanku jika aku memuja Engkau karena takut neraka Maka bakarlah aku di dalamnya Dan jika aku memuja kepada Engkau karena mengharap surga Maka jauhkanlah aku darinya Akan tetapi jika aku memuja hanya semata-mata karena Engkau Maka janganlah Engkau sembunyikan kecantikan yang kekal itu Perasaan cinta yang telah meresap ke dalam lubuk hati Rabiah menyebabkan ia mengorbankan hidupnya semata-mata untuk beribadah kepada Allah Swt. Cinta Rabiah kepada Allah Swt. merupakan cinta suci, murni, dan sempurna seperti

yang disenandungkan dalam syairnya sebagai berikut: Aku mencintai-Mu dengan dua cinta: Cinta egois (hawa) dan cinta yang layak Engkau terimamCinta egosi adalah cintaku dalam mengingat-Mu dan tiada lagi yang lain Tetapi demi cinta yang layak Engkau terima Engkau akan sibakkan selubung itu agar aku melihat-Mu Tiada pujian untukku dalam cinta mana pun Segala puji itu milik-Mu.

Beri ampunlah pembuat dosa yang datang ke hadirat-Mu Engkaulah harapnku, kebahagianku, dan kesenanganku Hatiku enggan mencintai selain Engkau Cinta yang mendalam kepada Allah Swt. begitu memenuhi seluruh jiwanya, sehingga ia selalu menolak seluruh tawaran menikah baik tawaran yang berasal dari gubernur sekalipun maupun tokoh sufi terkemuka. Dirinya hanya milik Allah yang dicintainya. Ada sebuah pertanyaan yang menghampirinya, “Apakah engkau membenci setan?” dia menjawab, “Tidak, cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong dalam diriku untuk rasa benci pada setan.” Demikian pula ketika ditanya tentang cintanya kepada Nabi Muhammad Saw. Rabiah menjawab, “Saya cinta kepada Nabi Muhammad Saw. siapa yang tidak mencintai Nabi dari seluruh alam ini? Tetapi cinta yang aku persembahkan kepada Allah Swt. memalingkan diriku dari cinta kepada hambanya.” Rabiah adalah sosok yang selalu terlihat sedih dan banyak menangis. Setiap kali dia mendengar neraka disebutkan, dia langsung pingsan pada saat itu juga. Dia berkata, “Istigfar tidak memerlukan istigfar lainnya.” dia juga selalu menolak pemberian orang kepadanya dan berkata, “Aku tidak lagi memerlukan dunia.” 1]
Suatu hari Rabi‘ah al-‘Adawiyyah berkata, “Siapa yang dapat menunjukkan saya bertemu Sang Kekasih?” Pelayannya menjawab, “Sang Kekasih bersama kita, tetapi dunia menghalangi kita bertemu dengan-Nya.” Suatu saat Rabi‘ah ditanya, “Apa pendapat Anda tentang surga?” Dia menjawab, “Pasangan dan rumah.” Kemudian ia menambahkan, “Hatiku tak pernah menoleh ke surga. Aku terfokus kepada Sang Pemilik surga. Siapa saja tidak mengenal Allah di dunia, maka ia tidak akan mengenal-Nya besok di akhirat. Siapa yang tidak memperoleh kenikmatan makrifat di dunia, maka ia tidak akan memperoleh kenikmatan menatap wajah Allah besok di akhirat. Sebab, tidak ada yang muncul tiba-tiba di akhirat. Semua harus dibawa dari dunia. Seseorang tidak akan menuai selain apa yang ia tanam. Pada Hari Kiamat nanti setiap orang akan dikumpulkan sesuai dengan bagaimana keadaan ketika ia menyambut kematian, karena semua manusia akan mati sesuai keadaan ketika ia menjalani kehidupan.”2].

1]. Ahlak Tasawuf/Drs.H.A.Mustofa/Pustaka Setiawan Bandung/Hal 249

2.] http://cholilerenmasyah.blogspot.com/

3. Kisah Seorang Arif

Seseorang berkata kepada salah seorang arif, “Bukankah kamu seorang pencinta?” Dia menjawab, “Tidak, aku bukan seorang pencinta, tetapi akulah kekasih yang dicinta. Seorang pencinta tersiksa oleh rasa lelah.” Orang itu berkata lagi, “Banyak orang berkata bahwa kamu adalah salah satu dari tujuh wajah dirimu sendiri.” Dia menjawab, “Aku adalah ketujuh wajah itu secara utuh.”

Dia juga pernah berkata, “Jika kamu melihat diriku, maka pasti kamu akan melihat empat puluh wajah.” Lalu ia ditanya, “Bagaimana bisa, sedangkan kamu hanya satu?” Ia menjawab, “Sebab, aku melihat empat puluh wajah. Setiap wajah adalah cermin dari akhlak-Nya.”

Ada orang bertanya, “Aku dengar kamu melihat Khidir as.” Mendengar pertanyaan itu, ia tersenyum, lalu berkata, “Orang yang melihat Khidir itu tidak aneh. Yang aneh justru kalau Khidir ingin melihat orang itu, tetapi Khidir tak bisa melihatnya.”

Diceritakan bahwa Khidir pernah berkata, “Sehari pun belum pernah terjadi ada wali Allah yang tidak aku ketahui. Sampai pada suatu hari aku melihat seorang wali yang tidak aku kenali.”

Dalam salah satu keterangan disebutkan bahwa Allah Swt. berkata kepada salah seorang nabi, “Sesungguhnya, orang yang Aku jadikan sebagai teman-Ku hanyalah orang yang tak kenal lelah berzikir mengingat-Ku, tak punya keinginan lain selain Aku, dan tak pernah mendahulukan apa pun dari makluk-Ku sebelum Aku. Jika ia dibakar dengan api, maka ia tak merasa sakit. Jika ia dipotong-potong dengan gergaji, maka ia tidak merasa sentuhan besi itu menimbulkan rasa sakit. Lalu, orang yang kualitas cintanya tidak mencapai taraf seperti ini, bagaimana mungkin ia dapat mengetahui karamah dan mukasyafah yang ada di balik iman? Semua itu terdapat di balik cinta, sedangkan cinta terdapat di balik iman yang sempurna. Sementara itu, maqam-maqam iman dan perubahannya menjadi berkurang atau bertambah tidak terhitung jumlahnya.”1].

1] http://cholilerenmasyah.wordpress.com/2007/09/18/love-is-power/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar